Ad Code


 

Tangisan Gajah Kecil di Rimba Sumatera: Alarm Kepunahan yang Kian Nyaring

Tangisan Gajah Kecil di Rimba Sumatera: Alarm Kepunahan yang Kian Nyaring





Aceh Jaya– Suara tangisan pilu seorang anak gajah memecah keheningan hutan Sumatera pada pagi yang kelabu. Seekor gajah betina ditemukan tewas terjerat kawat yang dipasang pemburu, sementara anaknya yang masih berusia sekitar 1,5 tahun meraung-raung di samping tubuh sang induk yang tak lagi bernyawa.

Sang induk berjuang melepaskan diri, namun jerat kawat yang melilit lehernya terlalu kuat. Tubuhnya akhirnya terkulai, meninggalkan anaknya dalam kesendirian dan penderitaan. Sang bayi gajah yang kini yatim piatu, dengan luka-luka di tubuhnya, berusaha membangunkan induknya dengan belalai kecilnya—sebuah pemandangan yang memilukan hati siapa pun yang menyaksikannya.

Peristiwa tragis ini terjadi di Aceh Jaya, salah satu wilayah yang kerap menjadi titik konflik manusia dan satwa. Hutan-hutan yang dahulu luas kini banyak berubah fungsi menjadi perkebunan. Jalur-jalur jelajah gajah terputus, memaksa mereka masuk ke perkampungan untuk mencari makan. Sayangnya, keberadaan gajah justru dianggap sebagai hama oleh sebagian masyarakat, sehingga praktik perburuan dan pemasangan jerat masih marak terjadi.



Ancaman Nyata Kepunahan Gajah Sumatera



Kisah memilukan ini adalah gambaran nyata dari ancaman serius yang dihadapi Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus)—salah satu satwa endemik Indonesia yang kini berstatus Kritis (Critically Endangered) menurut IUCN Red List. Populasi mereka diperkirakan terus menurun drastis akibat:

* **Perburuan liar untuk gading dan konflik dengan manusia.


* **Alih fungsi lahan yang merampas habitat alami.


* **Pemasangan jerat  yang melukai bahkan mematikan satwa liar tanpa pandang bulu.

Gajah Sumatera memiliki peran vital dalam ekosistem, sebagai “penyebar benih raksasa” yang membantu regenerasi hutan. Punahnya mereka akan mengancam keseimbangan ekologis, kesehatan hutan, hingga masa depan biodiversitas Indonesia.



Perlindungan Hukum yang Jelas

Padahal, Gajah Sumatera merupakan satwa yang dilindungi penuh oleh negara.




* **Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya** menegaskan bahwa setiap orang dilarang membunuh, melukai, memperniagakan, atau menyimpan satwa yang dilindungi.


* **Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan** serta **Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup** memperkuat larangan tersebut.


* Pelaku perburuan dan perdagangan satwa dilindungi dapat dikenakan sanksi pidana **penjara hingga 5 tahun** dan denda **hingga Rp100 juta**.

Namun, lemahnya pengawasan serta masih minimnya kesadaran masyarakat membuat praktik perburuan tetap terjadi di lapangan.


Ajakan untuk Bertindak Bersama



Kematian seekor induk gajah bukan hanya kehilangan bagi anaknya, tetapi juga **kehilangan bagi ekosistem dan generasi bangsa**. Tangisan anak gajah di Aceh Jaya seharusnya menjadi alarm keras bahwa kita tidak boleh lagi tinggal diam.

Langkah nyata yang bisa dilakukan masyarakat antara lain:

* Tidak membeli produk yang berasal dari perburuan liar.

* Mendukung lembaga konservasi yang bekerja menyelamatkan satwa dilindungi.


* Menyebarkan kesadaran pentingnya menjaga hutan dan satwa liar.


* Mendorong pemerintah lebih tegas menegakkan hukum bagi pelaku kejahatan terhadap satwa.

Gajah Sumatera bukanlah hama. Mereka adalah **penjaga hutan, warisan alam, dan identitas bangsa Indonesia**. Bila kita gagal melindungi mereka, maka bukan hanya gajah yang hilang, tetapi juga bagian dari jati diri dan masa depan negeri ini.



"Mari menjadi suara bagi mereka yang tak bisa bersuara, agar tak ada lagi tangisan pilu di rimba Sumatera."


(TIM)